Harganas 2019; Gerakan Kembali ke Meja Makan

Menurut Wikipedia, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Selanjutnya, menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. (lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga)

Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1 ayat 6 pengertian keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya (duda), atau ibu dan anaknya (janda).

 

Pendapat Para Ahli

 

Menurut Sri Lestari, dalam bukunya, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), disebutkan bahwa banyak ahli atau pakar yang mendefinisikan pengertian keluarga. Sigmund Freud, seorang ahli psikologi, menyatakan pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Keluarga, ujar Freud, merupakan manifestasi dari pada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri. Meskipun, sesungguhnya soal seksual ini bukan satu-satunya hal yang pokok dalam kehidupan keluarga.

Dari definisi Freud di atas, kemudian dipahami bahwa pengertian keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan. 

Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu:

Pengertian keluarga secara struktural: Keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga. Dari perspektif ini didapatkan pengertian tentang keluarga sebaga asal-usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).

Pengertian keluarga secara fungsional: Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga, keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, juga pemenuhan peran-peran tertentu.

Pengertian keluarga secara transaksional: Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya. Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.

Berikut ini pengertian lainnya tentang definisi keluarga menurut para ahli, al:

Duvall dan Logan (1986): Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Bailon dan Maglaya (1978): Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

Departemen Kesehatan RI (1988) : Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Narwoko dan Suyanto (2004): Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu.

Dari pelbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah sbb: 

  1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
  2. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik.
  3. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
  4. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

Keluarga juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal family) dan keluarga kerabat (consanguine family). Conjugal Family atau keluarga inti (batih) didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Sedangkan Consanguine family tidak didasarkan pada pertalian suami istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan. “Kesatuan keluarga consanguine ini disebut juga sebagai extended family atau “keluarga luas. (Narwoko dan Suyanto, 2004, hlm. 14).


Aspek Tumbuh Kembang dan Faktor Perencanaan

Sampai di sini, yang harus dipahami adalah bahwa tumbuh kembangnya beberapa aspek manusia baik itu yang bersifat fisik atau psikis, sosial dan spiritual, yang paling menentukan bagi keberhasilan kehidupannya, sangat ditentukan oleh lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang kondusif menentukan optimalisasi perkembangan pribadi, penyesuaian diri, kemampuan bersosialisasi, kecerdasan, kreativitas, moral, juga peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan. Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling awal dikenal dan dekat dengan anak, hal ini menjadikan peranan keluarga dalam pendidikan dan proses pembentukan pribadi tampak dominan. Karena pada dasarnya manusia itu memiliki potensi yang positif untuk berkembang akan tetapi potensi itu bisa teraktualisasikan atau tidak, sangat ditentukan oleh peran pendidikan dalam keluarga.

Untuk membentuk suatu kondisi atau lingkungan keluarga yang baik atau ideal, tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan. Segala sesuatu yang baik dan ideal tidak mungkin diraih secara instan, melainkan memerlukan syarat berupa persiapan yang komprehensif dan matang. Persiapan yang dimaksud itu adalah rencana (planning). Idealnya, setiap orang memiliki rencana yang baik sebelum memasuki kehidupan berkeluarga, baik secara fisik, mental spiritual, ekonomi, psikologis, sosial, dan seterusnya. Dengan perencanaan yang baik mencakup segala aspek yang terkait, maka kondisi atau lingkungan ideal yang didambakan bisa terwujud, atau sekurang-kurangnya masalah-masalah yang mungkin timbul bisa diminimalisasi.

Wawasan itulah yang kemudian melandasi tema Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2019 kali ini, yakni, “Hari Keluarga, Hari Kita Semua,” dengan slogan, “Cinta Keluarga, Cinta Terencana.” Slogan ini mengandung arti, persisnya, bahwa kondisi atau lingkungan ideal dalam sebuah keluarga, yang akan berdampak penting bagi pelbagai aspek tumbuh kembang anak-anak, diawali pertama-tama dengan perencanaan yang baik. Hal mana, perencanaan itu bukan saja ketika keluarga itu terbentuk, akan tetapi lebih jauh lagi sebelum seseorang meniatkan diri untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga.

Harganas sendiri setiap tahunnya diperingati pada 29 Juni. Tahun 2019 ini, puncak peringatan Hari Keluarga Nasional ke-26 akan digelar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada awal Juli. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN, Dr dr M Yani, MKes, pada Februari 2019 silam mengatakan bahwa pelbagai kegiatan akan digelar dalam mewarnai peringatan Harganas, baik pra puncak peringatan maupun pasca acara. Di antara rangkaian kegiatan tersebut adalah: “Festival Penggalang Ceria,” “GenRe Edu Camp,” “One Stop Service Pelayanan untuk Anak anak,” serta “One Day for Children untuk Anak-anak Terlantar.”

Selain itu, tambah Yani, akan diadakan pula beberapa kegiatan seminar, di antaranya tentang kependudukan dan perkawinan anak, mengingat kasus perkawinan anak di Kalimantan Selatan mencapai 30 persen saban tahunnya. Rencananya, selain seminar juga akan dilangsungkan lomba pencegahan perkawinan anak.

Yani mengatakan bahwa tujuan dari peringatan Hari Keluarga Nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam kerangka ketahanan keluarga. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat dalam penerapan delapan fungsi keluarga, antara lain fungsi agama, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi reproduksi, fungsi sosial dan budaya, serta fungsi lingkungan.

Yani menegaskan, dipilihnya Kalimantan Selatan sebagai tempat puncak peringatan Harganas ini adalah karena provinsi tersebut dalam pencapaian program KKBPK-nya dinilai semakin baik dari waktu ke waktu.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, ingin menjadikan momentum Hari Keluarga Nasional ke-26 ini untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya membangun keluarga sejahtera lahir dan batin. Selain itu, Pak Birin, demikian panggilan akrabnya, ingin agar seluruh masyarakat Kalsel paham bagaimana menjaga bumi dan menekan ledakan pertumbuhan penduduk. “Ingat, bumi kita ini stagnan, dia tidak berubah, tidak akan bertambah luas. Tanah yang ada dimanfaatkan oleh warga bumi dan semakin berkurang karena populasi manusia yang selalu bertambah. Salah satu upaya untuk meminimalkan populasi penduduk dunia, adalah dengan kita mengikuti program Keluarga Berencana,” katanya. Pak Birin juga mengajak seluruh keluarga di Kalimantan Selatan untuk menjaga dan membangun Kalimantan Selatan mulai dari keluarga. “Mari kita jaga dan pelihara dan kita awali mulai dari rumah sendiri, untuk membangun suatu masyarakat sejahtera lahir dan batin dan tetap memegang teguh pada slogan ‘dua anak cukup!’ Selain itu, mari bangun ketahanan keluarga kita dengan mewujudkan penerapan 4 (empat) pendekatan  ketahanan keluarga, yakni keluarga berkumpul, keluarga berinteraksi, keluarga berdaya, serta keluarga peduli dan berbagi,” tandasnya. (lihat, www.Tribunnews.com, “Edukasi Masyarakat Pentingnya Membangun Keluarga Saat Harganas 2019,” edisi 4 Februari 2019).

Penegasan Gubernur Kalsel di atas, tentang keharusan berpijak pada slogan ‘dua anak cukup’, mengisyaratkan pentingnya faktor perencanaan dalam membangun keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Artinya, dengan meminimalisir besaran keluarga, insya Allah tanggungan atau beban nafkah sebuah keluarga akan lebih ringan, sehingga kebutuhan keluarga baik itu menyangkut sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya bisa teratasi secara memadai. Jika ini bisa dicapai, maka tentu kesejahteraan sebuah keluarga bukan sesuatu yang mengada-ada. Perencanaan menyangkut besaran keluarga ini bukan hanya soal jumlah, kuantitas, (di mana idealnya, sesuai anjuran Pemerintah, adalah cukup 2 saja!), tetapi juga soal jarak antar anak. Seyogianya, jarak antara satu anak dan lainnya sekurang-kurangnya lima tahun. Ini dengan maksud, agar tidak ada dua balita di dalam sebuah keluarga, yang tujuannya adalah agar orangtua bisa memberikan pengasuhan yang maksimal secara lahir-batin di masa-masa usia emas (golden age) anak-anaknya.

Hal penting lain menyangkut perencanaan ini adalah tentang kapan memulai kehamilan dan mengakhirinya. Pemerintah menganjurkan bahwa seorang perempuan menikah setidak-tidaknya jika sudah berusia 21 tahun, sedangkan laki-laki paling tidak sudah berusia 25 tahun. Pada usia itu, secara fisik seorang perempuan sudah siap menjalani proses reproduksi: berhubungan seks, hamil, melahirkan, menyusui. Ada penelitian ilmiah menyebutkan sebuah temuan, bahwa kualitas sperma terbaik adalah ketika pria berusia antara 25-35 tahun, sehingga anak yang dihasilkan juga akan berkualitas secara fisik dan intelektual. Di usia-usia tersebut juga, suami dan istri sudah memiliki kesiapan mental menjadi orangtua, memiliki kemampuan untuk mencari nafkah, dan seterusnya. Anjuran Pemerintah agar perempuan mengakhiri kehamilannya ketika usia mencapai 35 tahun juga untuk kepentingan kaum ibu dan anak-anak yang mereka lahirkan. Secara medis diketahui, bahwa kesehatan dan kondisi organ-organ reproduksi kaum Hawa semakin menurun ketika usia sudah mencapai 35 tahun, sehingga ditengarai akan berdampak kurang baik juga bagi proses kehamilan, persalinan, dan kualitas bayi yang mereka lahirkan.

 

Kembali ke Meja Makan!

Sementara itu, Kepala DP3AKBPM dan D Gunungkidul, Sujoko, SSos, MSi, memberi sedikit penjelasan tentang 4 pendekatan tersebut. Dihubungi di ruang kerjanya, Sujoko menjelaskan bahwa, Keluarga Berkumpul, adalah kegiatan berkumpul bersama keluarga, yakni meluangkan waktu tanpa disibukkan dengan gawai (gadget), televisi, atau alat elektronik lainnya yang bisa mengganggu “kekhusyukan” berkumpul. Untuk memulainya kegiatan keluarga berkumpul dapat dilakukan pada momen-momen seperti Hari Keluarga, Hari Raya, akhir pekan, dan hari libur lainnya. “Saya sarankan kepada keluarga di Gunungkidul, agar kegiatan berkumpul bersama keluarga menjadi agenda keluarga sehari-hari, yaitu menyempatkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga sekitar 20 (dua puluh) menit per hari (misalnya waktu makan malam bersama),” ujar Sujoko.

Keluarga Berinteraksi, lanjut Sujoko, adalah kegiatan di mana semua anggota keluarga meluangkan waktu berkumpul dan saling bercengkrama, serta saling tukar pengalaman dengan komunikasi yang lebih berkualitas. Keluarga berinteraksi tidak hanya dilakukan dengan keluarga inti tetapi juga dilakukan dengan keluarga besar (sanak saudara dan kerabat) serta dengan tetangga sekitarnya, misalnya pada acara arisan keluarga, reuni, pengajian dan kegiatan-kegiatan sejenisnya. Selama ini, kata Sujoko, kita bertemu, berkumpul, tetapi cenderung tidak berkomunikasi secara berkualitas, karena justru suntuk dengan gadgetnya sendiri-sendiri. Hal ini harus dihindari, supaya ada komunikasi yang efektif saat pertemuan.

Keluarga Berdaya, menurut Sujoko, adalah suatu kegiatan di mana keluarga-keluarga mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk membuat diri dan keluarganya tidak bergantung pada pihak lain. Masyarakat berdaya lebih mengandalkan segala potensi yang ada dalam dirinya, baik berupa keterampilan, olah pikir, dan pengetahun sehingga mampu melakukan pengasuhan anak yang baik, melaksanakan 8 (delapan) fungsi keluarga, meningkatkan pendapatan keluarga, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan hidup yang dialaminya. “Kita punya program UPPKS, di mana keluarga bisa bergabung di dalamnya untuk bersama-sama membangun usaha produktif untuk meningkatkan penghasilan keluarga. PKB di masing-masing wilayah bisa memfasilitasi,” terang Sujoko.

Terakhir, Keluarga Peduli dan Berbagi, ujar Sujoko, adalah suatu kegiatan di mana keluarga-keluarga yang mampu dan lebih beruntung mempunyai kepedulian dan keinginan untuk berbagi dan menolong orang lain di sekitarnya, di lingkungan terdekatnya. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk gotong royong antar warga, perbaikan rumah, menolong tetangga yang sedang sakit,membantu tetangga yang punya hajatan, menjadi orang tua asuh serta memberikan bantuan modal usaha bagi Keluarga Pra Sejahtera (KPS).

Empat pendekatan ketahanan keluarga ini, menurut Sujoko, bisa menjadi suatu bentuk kegiatan yang dapat menjaga ketahanan keluarga. Di era 4.0 seperti sekarang ini, tambah Sujoko, kita sangat bergantung pada digitalisasi, di mana segala sesuatunya dapat diakses dengan teknologi dan ini merupakan salah satu kelebihannya. Ruang dan waktu tidak lagi menjadi persoalan, karena dengan bantuan teknologi informasi terkini, setiap orang bisa terkoneksi satu sama lain kapan dan di mana pun mereka mau. Akan tetapi, hal ini juga memiliki kekurangan, yaitu akan mengurangi bahkan menjauhkan dari interaksi langsung antara anggota keluarga yang akan mempengaruhi ketahanan keluarga. Untuk itu, ajang berkumpul dan berinteraksi antar anggota keluarga sangat diperlukan demi menjaga ketahanan keluarga. Salah satu kegiatan yang digalakkan dalam momentum Harganas XXVI Tahun 2019 ini, tekan Sujoko, adalah, “Gerakan Kembali ke Meja Makan”, yang diharapkan dapat mendekatkan dan meningkatkan kembali interaksi antara anggota keluarga yang akan mewujudkan terciptanya ketahanan keluarga.

Keluarga, saran Sujoko, harus merencanakan kegiatan makan bersama-sama di waktu tertentu, misalnya saja sehari sekali, atau dua hari sekali, saat pagi, siang, atau malam, dan seterusnya, dan ada komitmen bersama untuk mewujudkannya; bukan sekadar rencana belaka yang tanpa implementasi sama sekali. Selain itu, ada juga kesepakatan dan komitmen, bahwa pada momen makan bersama tersebut semua gadget dimatikan, dengan harapan ada komunikasi dan interaksi langsung antar anggota keluarga; ayah, ibu, anak-anak, kakek, nenek, dst, sembari menikmati hidangan. Jika hal kecil semacam ini, yakni makan bersama dengan penuh keintiman, direncanakan, di-planning, dengan baik serta ada komitmen setiap anggota keluarga untuk mewujudkannya, maka terwujudnya kerekatan dan keharmonisan keluarga bukan hal yang sulit, dan pada tataran lanjut akan berdampak nyata bagi ketahanan sebuah keluarga baik secara lahir maupun batin.

Sebagai penutup laporan utama ini, kita sebenarnya, bisa mengambil pelajaran atau hikmah dari doa sebelum makan yang hampir semua anak-cucu kita (yang Muslim) hapal, yakni: Allaahumma baarik lanaa faimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar (artinya: Ya Allah, berkahilah kami atas apa yang Engkau berikan kepada kami, dan jagalah kami dari siksa api neraka), serta doa sesudah makan, yakni: Alhamdu lillaahil ladzii ath’amanaa wa saqaanaa wa ja’alanaa minal muslimiin (artinya: Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum, dan menjadikan kami golongan orang-orang yang berserah diri). Dalam kedua doa tersebut, ada kata ganti (dlamir) “kami” (nahnu), yang mengandung arti atau makna kolektif lebih dari satu orang. Melalui doa tersebut, seakan-akan Nabi Muhammad SAW mengajari kita bahwa hendaknya menikmati rezeki dari Tuhan, yakni makan dan minum, dilakukan secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga dalam satu meja, satu ruang (dulu di zaman Nabi, di Arab, malah satu nampan). Makan jangan sendiri-sendiri, baik dalam arti di tempat yang berbeda atau dalam arti di satu ruangan tetapi jauh jaraknya satu sama lain, melainkan bersama-sama di dalam satu ruangan, satu meja, dengan penuh kedekatan dan keintiman, ada potensi untuk berkomunikasi langsung satu sama lain. Selain itu, dengan makan bersama, selain akan terjalin kedekatan, harmoni, juga tumbuh rasa senasib, rasa seia-sekata, bahwa apa yang kita makan, menu yang kita santap, itu sama di dalam satu keluarga, tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain. Jadi sangat mengherankan dan lucu ketika seseorang sebelum dan setelah makan selalu membaca kedua doa tersebut, tetapi dia makan sendirian di luar rumah (tidak mengajak keluarganya), atau makan di rumah tetapi di titik atau sudut ruang yang berbeda-beda (seakan-akan mengindikasikan tiadanya harmoni di dalam keluarga).

 Demikianlah, dengan tema Harganas tahun ini, “Hari Keluarga, Hari Kita Semua,” menandai suatu momentum penting bagi kita sebagai bangsa, di mana unit terkecilnya adalah keluarga, untuk merefleksi akan betapa penting arti keluarga. Keluarga adalah harta yang paling berharga, melebihi apa pun di dunia ini. “Hari keluarga adalah hari kita semua,” artinya makna dan fungsi penting sebuah keluarga adalah ideal kita semua, dan kewajiban kita semua untuk bersama-sama meraihnya, mewujudkannya. Untuk ke arah itu, kita harus memulainya dari sekarang, tidak perlu menunggu esok; dari diri kita sendiri, dari keluarga kita sendiri, sehingga nanti akan menjadi teladan bagi keluarga yang lain; serta dari hal-hal yang terkecil, misalnya dengan kegiatan makan bersama seluruh anggota keluarga, sebagaimana ajakan nasional di dalam momentum Harganas tahun ini. Mari bersama!(*)

[Sabrur Rohim, SAg, MSI, Pimred Cahaya Keluarga, dari pelbagai sumber]

 

Berita Terkait

Komentar via Facebook

Kembali ke atas

Pencarian




semua agenda

Agenda

semua download

Download

Statistik

234998

Pengunjung Hari ini : 147
Total pengunjung : 234998
Hits hari ini : 1213
Total Hits : 1372640
Pengunjung Online : 5

Jajak Pendapat

Bagaimanakah tampilan website Kominfo?
Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas

Lihat

Aplikasi PPID

https://biologi.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/toto-slot/ https://biologi.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/slot-thailand/ https://biologi.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/slot88/ https://matematika.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/sgacor/ https://matematika.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/sthai/ https://jerman.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/stoto/